Saturday, April 8, 2017

BERTOLERANSI

Berawal dari pertanyaan seorang teman yang cukup menggelitik

"Lo ga ikutan demo-demo bela islam Ran?"

Gue saat itu menjawab bahwa Allah, Tuhan gue ga butuh dibela, gue kaya anak SD yang coba bantuin penelitian Profesor. Ga ngaruh. Kemudian ternyata ada pertanyaan kedua yang lebih menggelitik

"Lo Islam apa Ran?"

Saat itu gue malah bingung sendiri dan mikir gue ini Islam apa ya kira-kira dan apakah gue harus menggolongkan diri gue sebagai Islam tertentu, padahal gue tau seharusnya penggolongan dalam Islam itu ga ada.

Tapi gue jadi penasaran, gue ini Islam apa ya sebenarnya.

Atau malah gue munafik karena gue merasa Allah tidak perlu dibela? Mungkin bukan, tapi banyak pelabelan begitu akhir-akhir ini kan?

Kemudian hal ini bikin gue berpikir ternyata toleransi beragama bukan hanya antar orang yang berbeda agamanya, tapi juga antar orang yang beragama sama namun berbeda pandangan dalam beragamanya, dan gue rasa ini lebih urgent karena hal ini malah mengakibatkan orang di luar agama tersebut berpandangan bahwa agama tersebut tidak bisa bersatu bahkan dengan sesama pemeluk agama itu.

Gimana logika nya kita bisa bertoleransi agama antar umat beragama kalau umat di agama itu tidak bisa bertoleransi?

Ini murni pendapat pribadi gue aja ya, kadang diam lebih baik daripada bersuara tapi membuat kondisi tidak kondusif, bukan kah lebih baik jalan bersama-sama dan saling berpegangan tangan itu lebih baik daripada saling pukul? Padahal ternyata yang dibela adalah sesuatu yang sama, tapi memang beda aja cara kerjanya.

Tapi itu tetap menyisakan pertanyaan yang sama: gue ini Islam apa?

Kemudian gue merenung dan mencoba kembali ke masa-masa gue SMP, saat itu gue bersekolah di SMP yang bersistem pesantren, bukan ini yang mau gue ceritakan sekarang, tapi kebiasaan gue dan teman-teman saat jam pelajaran kosong. Kami hampir selalu ke ruang multimedia sekolah untuk menonton dvd entah itu dvd Harun Yahya, sejarah Nabi, kerusuhan poso sampai debat agama. Hal terakhir adalah sesuatu yang sangat gue nikmati, disitulah gue mulai mengenal Syeikh Ahmad Deedat, seorang India yang hapal hampir semua kitab suci agama besar di dunia. Beliau sering melakukan debat agama dengan pemuka agama lain, mostly Kristen.

Sebagai anak pesantren dengan fasilitas hiburan yang sangat minim, gue selalu menikmati waktu-waktu nonton dvd ceramah dan debat agama beliau, hebat banget bisa debat sama agama lain dengan 'senjata' kitab agama tersebut, bukan Al Quran, karena ya buat apa debat sama agama lain tapi 'senjata' nya Al Quran, kan orang itu ga percaya Al Quran, sampai ada saat nya gue mau jadi seperti beliau, menggeluti ilmu perbandingan agama, walau ga gue seriusin.

Setelah nonton debat antar agama Syeikh Ahmad Deedat, ada seorang teman yang ngasih gue sebuah buku, judulnya The choice dengan nama Ahmad Deedat sebagai penulisnya, senang banget ditambah lagi ada bagian di buku itu dengan nama "bibel combat kit" yaitu sebuah bab yang bisa jadi acuan untuk berdebat dengan non islam, dan saat itu kebetulan gue punya pacar yang beragama kristen atau katolik gue lupa, dan dia cukup taat dan paham dengan dalam agamanya, saat itu setiap kami ada kesempatan berkomunikasi, kami selalu menyempatkan debat agama, konyol memang tapi seru hahaha.

Sepertinya saat itu semua debat Syeikh Ahmad Deedat yang tersedia di direktori DVD SMP gue sudah gue tonton semua dan saat itu belum jamak youtube jadi agak susah untuk mencari lagi video debat beliau, dan ternyata beliau juga sudah meninggal pada tahun 2005 setelah sakit stroke selama 9 tahun, which is selama ini gue hanya menonton video beliau yang lama.

Setelah menjauh dari hal-hal yang berbau perbandingan agama dan teologi, gue akhirnya mulai nonton ceramah Dr. Zakir Naik saat SMA yang konon beliau mengaku sebagai murid Syeikh Ahmad Deedat, overall beliau berdua cukup mirip dan gue sangat happy nonton ceramahnya.

Sampai akhirnya gue berkesempatan nonton Dr. Zakir Naik secara live di Ponorogo hari Selasa kemarin tanggal 4 April 2017 di Ponorogo dengan misi gue harus bertanya ke beliau sebenarnya gue ini Islam apa, apakah sebenarnya Islam ada cabangnya, tapi gue kurang beruntung, antusiasme penanya di ceramah beliau sangat tinggi, gue ngantri bertanya lebih dari sejam dan tetap ga ada kesempatan karena bisa dibilang panitia malam itu kurang oke dalam persiapan, kalo lo ada waktu coba tonton saat sesi tanya jawab, beliau sering kali protes karena entah microphone, monitor atau translator tidak sesuai standar ceramah beliau, alhasil sekitar satu jam dari total ceramah beliau diisi oleh protes beliau karena faktor seperti yang gue sebutin di atas.

gue pulang ke Semarang dengan pertanyaan yang masih sama.

sebenarnya gue ini Islam apa?

Kalo lo Islam apa?

Tapi bisa kah kita ga usah mengkotak-kotakan Islam itu sendiri? bisa kah kita bertoleransi agama dengan orang yang punya agama yang sama? dengan tidak mengkafirkan dan memunafikan? harusnya bisa.

Setelah itu kita bisa berbicara toleransi antar umat beragama.

Bertoleransi sesuai tuntunan agama kita.

Saling menghormati meskipun beda.

No comments:

Post a Comment